Hari ini, Minggu,20 February 2011, entah mengapa hati ini merasa sangat sedih, aku berada di tengah keramaian, sibuk mengelilingi kota, dari utara sampai timur Jakarta, sangat ragam yang kulakukan mulai dari melakukan pertemuan dengan beberapa klien, sibuk mencari makan siang, sampai berakhir di pusat perbelanjaan membeli beberapa kebutuhan untuk di rumah. Suasana yang sangat beragam ini tidak dapat mengalahkan rasa sedih yang sangat besar yang kurasakan saat ini.
Di saat mata ini menatap ke layar handphone untuk melihat apakah ada notification di sana , dan DEG....tiba-tiba jantung ini berhenti berdetak, dan mataku pun terasa panas, merebak merasakan airmata yang tiba-tiba mengalir… Hari ini, minggu 20 February 2011 , sembilan tahun yang lalu, hari yang tak pernah dapat aku lupakan… Hari berduka bagi keluarga besar kami. Ya, sembilan tahun yang lalu Simbah Putri kami dari pihak ibuku, dipanggil Yang Maha Kuasa. Kami pun berkemas-kemas dan mencari cara untuk bisa segera menuju kota Solo, tempat dimana Simbah Putri kami tinggal dan akan diistirahatkan untuk yang terakhir kalinya.
Berhubung hari itu adalah tepat dua hari menjelang Hari Raya Idul Adha, tidak mudah bagi kami keluarga besar yang tinggal di kota Jakarta dengan jumlah hampir mencapai 25 orang, untuk mendapatkan tiket pesawat mendadak, tanpa melakukan pemesanan awal. Saat itu tiket pesawat yang berhasil di dapat hanya 3 buah, dan akhirnya diprioritaskan digunakan untuk ibuku dan adik perempuannya dengan di temani oleh adik perempuanku. Untuk mempermudah keluarga besar yang lain termasuk aku, kami menyewa sebuah bis dengan kapasitas 25 tempat duduk untuk menuju kota Solo. Hal ini juga untuk mempertimbangkan kondisi kesehatan ayahku yang memang kurang sehat, beliau adalah penderita gagal ginjal yang sudah melakukan cuci darah setiap satu minggu sekali.
Dan ternyata tanggal 20 February 2002 , hari itu bukan hanya menjadi saat yang penuh dengan duka dan air mata, namun juga menjadi hari yang sangat berharga bagi kebersamaan kami, keluarga besar dengan ayahku. Dengan kondisi kesehatan yang cukup mengawatirkan, sesungguhnya ayahku tidak diperkenankan untuk melakukan perjalanan jauh dan yang pastinya akan sangat melelahkan, namum melihat semangat beliau untuk menghadiri pemakaman Simbah Putri membuat kami tidak sanggup melarang kekuatan niat beliau.
Perjalanan itu menjadi sangat menegangkan awalnya karena jalanan menuju arah luar kota menuju utara pulau jawa sangat padat dipenuhi oleh kendaraan – kendaraan pribadi dan bis – bis luar kota yang akan menghantarkan para pemudik menjelang Hari Raya Idul Adha. Lebih dari 10 jam bis sewaan kami tak bergerak di daerah Cikampek. Akhirnya salah satu paman kami yang menjadi ketua rombongan memutuskan untuk memutar arah untuk melewati kota Bandung. Lebih dari 12 jam, perjalanan kami tempuh untuk mencapai pingiran kota bandung, dan kami pun memutuskan untuk singgah ke rumah salah satu kerabat yang ada di daerah Padalarang, untuk beristirahat.
Selama perjalanan itu pula kami semua merasakan kehangatan dan keakraban, yang jarang sekali terjadi di hari-hari yang kami biasa lalui. Kesibukan kami dan jarak serta kemacetan kota Jakarta sering membuat kami sulit untuk bertemu satu dengan yang lain. Dan hari itu pula, ternyata menjadi sebuah perjalanan yang penuh dengan keajaiban yang kami bisa lakukan dengan ayahku. Dari mulai hanya tetesan air mata, dan keinginan dari setiap dari kami untuk bisa segera mencapai kota Solo dan menghaturkan penghormatan terakhir kepada Simbah Putri kami, sebelum pemakaman beliau di lokasi pemakaman keluarga, sampai dengan akhirnya kami saling melontarkan senda gurau untuk saling menghibur dan tentunya tak henti berharap akan adanya keajaiban baru bagi kami, untuk mampu berada di kota tujuan dengan segera.
Lebih dari 24 jam kami telah lewati, yang seharusnya kami sudah bisa tiba di kota Solo, kami hanya mampu mencapai kota Bandung. Prosesi pemakaman Simbah putri pun berlangsung tanpa rombongan keluarga dari Jakarta. Kesehatan ayahku sudah tampak menurun, walaupun tampak sekali beliau sangat menikmati dan bahagia berada di antara kami. Bahkan sesekali beliau yang melontarkan gurauan yang membuat kami tertawa dalam rasa duka yang mendalam. Setelah sekian waktu terlewati tipis kemungkinan terlihat adanya keajaiban baru, kami pun bermusyawarah dan memutuskan untuk kembali ke Jakarta. Dalam perjalanan Bandung ke Jakarta, kami sempat mengalami kemacetan pula, dan membuat bis yang kami tumpangi berhenti dan tidak bergerak total. Berhubung hari pun telah kembali menjadi malam yang gelap, hampir dari kami semua tertidur dengan posisi kami masing – masing. Sebisa mungkin membuat diri kami nyaman dengan keadaan yang sangat terbatas. Beruntung bagi kami, bahwa kami menyewa bis dengan 2 orang supir, sehingga mereka bisa saling bergantian membawa kami dalam perjalanan yang penuh dengan keajaiban ini. Dikarenakan kondisi arus perjalanan yang tidak bergerak sama sekali, salah satu dari supir bis tersebut menyarankan untuk kami berhenti sejenak di sebuah pom bensin untuk kami bisa sejenak beristirahat dan meluruskan kaki, mengingat hari pun telah melewati tengah malam. Kami beristirahat cukup lama, karena kelelahan yang kami rasakan maka kami semua pun tertidur di dalam bis yang berhenti. Menjelang subuh, supir bis pun mulai menjalankan bis keluar dari area pom bensin tersebut. Keajaiban berikutnya pun terjadi... ketika bis berbelok menuju arah jalan raya menuju Jakarta, jalananan yang semalam tampak begitu penuh dengan tumpukan kendaraan, subuh itu tampak sangat sepi, tak ada satu kendaraan pun tampak di depan bis kami. Dengan penuh keheranan kami melanjutkan perjalanan ke arah Jakarta.
Hari itu adalah hari ke dua kami berada di bis yang sama. Selama dua hari itu pula, aku merasakan saat-saat terdekat ku dengan ayahku. Mengingatkanku akan masa kecilku dimana dahulu kami sering sekali melakukan perjalanan ke luar kota, naik mobil yang di kendarai oleh ayahku. Kekuatan cinta ayahku kepada keluarga tak pernah mematahkan semangatnya untuk selalu membahagiakan keluarga kecilnya. walaupun terkadang tugas berat, dari proyek – proyek yang menjadi tanggung jawab beliau sangat menyita perhatian serta konsentrasi beliau. Terkadang sampai berhari-hari bahkan berminggu minggu kami tidak dapat bertemu beliau karena proyek yang sedang di tanganinya. Ayah ku selalu bangga dengan semua proyek yang dikerjakannya. Pernah suatu ketika, ayah mengajak ku ke tempat cuci cetak photo, belia mecetak photo suatu mesin pembangkit listrik yang menurut beliau itu adalah alat terbesar yang pernah di pindahkan melalu jalan darat, yaitu dari Pelabuhan Tanjung Priuk, Jakarta menuju salah satu pembangkit listrik di Jawa Timur. Untuk memindahkan alat tersebut, ayahku dan team proyeknya harus memindahkan beberapa warung yang ada di pinggir jalan, ,membongkar beberapa jembatan di sepanjang jalan yang dilalui dikarenakan ukuran alat tersebut yang sangat besar. Cerita – cerita tentang pekerjaan ayahku itu tak pernah habis dan membosankan. Selalu ada cerita baru sekembalinya beliau dari menyelesaikan sebuah proyek. Beliau adalah sosok laki laki yang hangat bukan hanya dengan sesama rekan kerja, tapi juga dengan keluarga. Seperti dalam perjalanan ini, beliau lah yang menjadi penyemangat kami, disaat kami semua mulai putus asa dan berkeluh kesah atas keadaan yang terjadi. Beliau selalu bilang ayo kita nikmati perjalanan yang penuh dengan keajaiban ini. Sesampai di Jakarta, kami pun di drop di rumah kami masing – masing. Rumahku adalah menjadi persingahan terakhir. Kami semua benar – benar merasakan kelelahan yang amat sangat. Hari itu adalah Hari Raya Idul Adha, yang kami rayakan dalam keajaban perjalanan yang penuh cinta dengan rasa suka dan duka.
Keesokan harinya, keakraban diantara kami para sepupu dan family yang berada dalam satu bis sehari lalu masih sangat terasa, dengan saling berhubungan via telp dan sms. Kami semua sudah kembali bekerja dan bergelut dengan kesibukan kami masing-masing. Ayahku tampak jauh lebih sehat, terlebih lagi ketika beliau mengetahui bahwa ibuku akan kembali ke Jakarta hari itu dengan mengunakan kereta api. Di saat sulitnya mendapatkan tiket yang masih berhubungan dengan seputar Hari Raya Idul Adha, adalah sebuah keajaiban dengan adanya pembatalan tiket dari salah satu penumpang kereta yang akhirnya bisa dibeli oleh ibuku. “Itu lah keajaiban cinta mbak”, demikian beliau berkata padaku, “karena PAPA menginginkan MAMA untuk pulang ke Jakarta hari ini, Tuhan memberikan Jalan yang terbaiknya. Ingalah selalu selipkan kasih sayang dan keiklasan cinta disetiap keinginan yang kita ucapkan kepada Nya”.
“PAPA koma...” berita itu aku terima dari ibuku, ketika aku baru saja menginjakan kaki dirumah sepulang dari kantor, dalam kebingungan aku dengan diantar oleh tetangga sebelah rumah langsung menuju UGD rumah sakit tempat ayahku biasa dirawat. Dengan alat bantu pernafasan ayahku terbaring di salah satu tempat tidur di sana . Dokter Jaga mengatakan ayahku harus segera masuk ruang ICU, dan saat itu ruang ICU di rumah sakit tersebut penuh. Aku harus bisa segera memutuskan untuk membawa ayahku ke ICU di rumah sakit lain. Ditengah kebingunganku, aku teringat pesan ayahku tadi pagi, dengan penuh rasa sayang dan keiklasan cinta, ku mohon kan petunjuk dari Nya… dan tepat pukul sebelas, malam itu Ayahku dipanggil Yang Maha Kuasa, di lima hari setelah kami kehilangan Simbah Putri. Tidak sampai dalam hitungan satu minggu kami kehilangan dua orang yang sangat kami cintai.
Hari ini minggu, 20 February 2011 , kalau saja aku bisa PA…, ingin sekali aku menuliskan kata kata di lini waktu ku dengan menyebut kan nama mu… if only I can tweet you, Dad,… I just wanna write “Thank You for having me as your daughter, hope I can always make you proud, wherever you are now” Terima kasih atas keajaiban energi cintamu yang selalu masih bisa aku rasakan, di sembilan tahun kepergianmu. Senyummu akan selalu menjadi semangatku disaat aku lemah dan terjatuh. Diammu akan selalu menjadi kekuatanku untuk selalu bangkit dalam menghadapi perjalanan panjang yang terkadang membuatku merasa bosan dan lelah menjalaninya. Tiadamu kan selalu menjagaku untuk bertahan di setiap cobaan yang ada di setiap langkah kehidupanku.
PAPA…… ada namamu yang selalu ku sebut di dalam doa malam ku.
Catatan kecil untuk seorang ayah di surga, teman-teman, para sahabat, kerabat dan keluarga yang telah menjadi ayah dan akan menjadi ayah nantinya.